![]()
Manjapuik Marapulai: Simbol Kehormatan dan Martabat Keluarga
Oleh: Ari Yuliasril
Salah satu tradisi yang paling unik dalam pernikahan adat Minangkabau adalah “Manjapuik Marapulai“, atau menjemput mempelai pria oleh pihak keluarga perempuan. Dalam banyak budaya lain, pengantin laki-lah yang menjemput mempelai wanita, namun di Ranah Minang, peran ini dibalik.
Tradisi “Manjapuik Marapulai” mencerminkan penghormatan yang sangat tinggi kepada laki-laki yang akan menjadi bagian dari keluarga perempuan. Dengan membawa rombongan yang disertai musik tradisional, sirih pinang, dan kadang talempong pacik, pihak keluarga perempuan datang menjemput calon menantu pria dari rumahnya.
Menurut Emral Djamal Dt. Rajo Mudo, Budayawan Sumatera Barat, “Manjapuik Marapulai bukanlah bentuk merendahkan diri perempuan, tapi justru simbol kemuliaan. Karena yang dijemput adalah tamu kehormatan, seorang yang akan menjadi pemimpin baru dalam keluarga.”
Prosesi ini menegaskan filosofi matrilineal Minangkabau, perempuan adalah pemilik harta pusaka dan rumah gadang, tetapi laki-laki adalah penjaga martabat dan pemangku kehormatan. Ketika marapulai tiba di rumah mempelai wanita, disambutlah ia dengan percikan air dan siraman doa. Upacara ini menandakan penyucian hati, agar rumah tangga yang dibangun bersih dari niat buruk dan penuh keberkahan.
Di tengah modernisasi, manjapuik marapulai masih lestari. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa pernikahan bukan hanya penyatuan cinta, tapi juga penyerahan tanggung jawab sosial dan moral antar keluarga. Kehadiran musik talempong, pantun penyambutan, dan carano sirih membuat suasana penuh khidmat dan sakral.
Melalui Manjapuik Marapulai, masyarakat Minangkabau menegaskan kembali nilai utama adat mereka: kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam kehormatan dan tanggung jawab.