RedBabel-PANGKALPINANG — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Perusahaan Perkebunan Sawit se-Babel guna membahas sinkronisasi data perizinan serta rencana pembentukan Forum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR).
RDP yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya dengan didampingi Wakil Ketua Eddy Iskandar dan Wakil Ketua Beliadi beserta anggota DPRD Babel, Rina Tarol, Elviana Diana, Dodi Kusdian di Ruang Badan Musyawarah (Banmus) Gedung DPRD Babel ini diikuti oleh 80% perusahaan sawit di Babel yang diundang, Senin (22/09/2025).
“Dari perusahaan yang kita undang, hampir 80 persen hadir. Saya ingin menegaskan, kita tidak lagi bicara masa lalu, tetapi bagaimana langkah ke depan, khususnya tahun 2026,” ujar Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya.
Menurut Didit, seluruh pihak sepakat untuk membentuk forum CSR yang diharapkan menjadi wadah bersama agar program tanggung jawab sosial tepat sasaran serta sesuai ketentuan hukum.
“Pelaksanaan CSR harus merujuk pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 yang mengatur alokasi 1–2 persen dari laba bersih perusahaan setelah pajak“, ujarnya.
“Fokus CSR ke depan ialah pendidikan dan kesehatan. Banyak masyarakat yang ingin kuliah tetapi terkendala biaya, dan masih banyak juga beban kesehatan meskipun ada BPJS. Forum ini diharapkan bisa menjadi solusi,” tambah politisi partai PDI-Perjuangan itu.
Didit menegaskan bahwa forum CSR ini nantinya akan diisi perusahaan-perusahaan sawit, bukan DPRD ataupun eksekutif. Namun, lembaga pengawasan tetap akan melibatkan pemerintah daerah, kejaksaan, dan kepolisian.
Pembentukan Forum CSR akan dibahas pada rapat Badan Musyawarah (BAMUS) DPRD Babel dalam waktu dekat dengan melibatkan seluruh perusahaan sawit di Babel.
RDP ini juga membahas persoalan izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) yang hingga kini belum sinkron antara data perusahaan dengan pemerintah daerah. Didit menegaskan, tidak menyalahkan siapapun, yang penting baik dinas maupun perusahaan sudah punya upaya positif untuk penertiban data.
“Data IUP dan HGU sangat penting karena menjadi dasar perhitungan kewajiban plasma 20 persen,” ungkap Didit.
Di samping itu, DPRD juga menyoroti persoalan daerah aliran sungai (DAS). Didit menegaskan jika ditemukan adanya pelanggaran di lapangan, pihak legislatif berjanji akan turun langsung meminta perusahaan menghentikan aktivitasnya, karena DAS memiliki perlindungan negara. (Ab/RB)