Home / Uncategorized / Opini / Posisi DKP Babel Dimana ; Membela Nelayan Atau Mengorbankan Pesisir?

Posisi DKP Babel Dimana ; Membela Nelayan Atau Mengorbankan Pesisir?

Loading

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP RI) pada tahun 2025 telah menetapkan 65 lokasi pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) tahap pertama. Program ini merupakan wujud nyata komitmen pemerintah pusat dalam memberdayakan masyarakat pesisir, memperkuat kemandirian nelayan, sekaligus membangun ekonomi maritim berbasis blue economy. Target nasionalnya adalah 100 kampung nelayan modern yang akan diselesaikan tahun ini, dengan 35 lokasi tambahan yang sedang diusulkan melalui Anggaran Biaya Tambahan (ABT) dan diproyeksikan mulai berjalan pada Oktober 2025.

Di kesempatan yang sama, Direktur Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Ditjen Perikanan Tangkap KKP RI, Mahrus mengatakan program KNMP tidak hanya berfokus pada pembangunan pemukiman nelayan. Pemerintah juga akan menyediakan berbagai infrastruktur pendukung, mulai dari dermaga, jalan, drainase, hingga penerangan listrik. Selain itu, kampung nelayan juga akan mencakup fasilitas cold storage, pabrik es, bengkel nelayan, kios logistik, dan stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN).

Namun, yang patut dipertanyakan: mengapa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) tidak termasuk dalam daftar 65 lokasi prioritas tersebut? Padahal secara geografis, potensi kelautan Babel tidak kalah besar dibanding provinsi lain.

Salah satu wilayah yang layak diperjuangkan adalah Desa Batu Beriga, Bangka Tengah. Desa ini tidak hanya menjadi basis nelayan tradisional, tetapi juga berhadapan dengan ancaman serius akibat rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) oleh PT Thorcon.

Benturan Regulasi: PLTN vs Hak Nelayan

Secara hukum, Batu Beriga lebih tepat diarahkan untuk program KNMP daripada dipaksakan menjadi lokasi PLTN.
Hal ini ditegaskan melalui berbagai regulasi nasional:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam menegaskan kewajiban pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan perlindungan usaha, kepastian hukum, akses permodalan, sarana prasarana, hingga perlindungan lingkungan hidup bagi nelayan. Jika PLTN dipaksakan, maka hak-hak dasar nelayan jelas terancam.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan secara eksplisit menegaskan bahwa laut harus dikelola untuk kepentingan nasional, keberlanjutan ekosistem, dan kesejahteraan masyarakat pesisir. PLTN yang dibangun di kawasan pesisir nelayan akan bertabrakan dengan mandat UU ini, karena berisiko mengorbankan ruang hidup dan ruang usaha masyarakat maritim.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan setiap pembangunan harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kawasan Batu Beriga dengan ekosistem pesisir yang masih produktif jelas lebih tepat dijaga dalam konteks ekonomi berkelanjutan ketimbang dijadikan lokasi industri energi nuklir.
4. Permen KKP No. 34 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi mewajibkan pemerintah daerah memastikan wilayah pesisir tetap memiliki fungsi ekologis, sosial, dan ekonomi. Batu Beriga, jika dijadikan Kampung Nelayan Merah Putih, sejalan dengan amanat ini, sebaliknya PLTN justru berpotensi menabrak regulasi tersebut.

Dasar Daerah: Perda Babel Menguatkan Potensi Maritim

Selain regulasi nasional, Bangka Belitung sendiri memiliki payung hukum yang sebenarnya bisa dijadikan senjata untuk memperjuangkan Batu Beriga sebagai KNMP, antara lain:
* Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Tahun 2020–2040.
Perda ini menegaskan pemanfaatan ruang laut harus mempertimbangkan daya dukung ekosistem, kegiatan perikanan tangkap, budidaya laut, serta keberlanjutan masyarakat pesisir. Jika PLTN dipaksakan masuk, jelas akan bertentangan dengan peruntukan ruang laut yang sudah diatur.
* Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Babel 2023–2026.
RPJMD menekankan pentingnya sektor perikanan dan kelautan sebagai pilar pembangunan daerah. Batu Beriga seharusnya masuk sebagai prioritas strategis daerah untuk memperkuat ketahanan pangan laut dan ekonomi rakyat.

Ketidakseriusan DKP Babel

Dengan adanya landasan hukum yang begitu kuat, baik di tingkat pusat maupun daerah, seharusnya DKP Kepulauan Bangka Belitung tampil di garis depan memperjuangkan Batu Beriga agar masuk dalam program KNMP tahap kedua. Sayangnya, hingga kini tidak terlihat langkah nyata. DKP Babel justru terkesan diam di tengah derasnya arus wacana pembangunan PLTN.

Ketidakseriusan ini berbahaya, karena:
* Peluang masuk dalam 35 lokasi tambahan KNMP bisa hilang.
* Nelayan di Batu Beriga akan semakin terpinggirkan.
* Babel berisiko kehilangan identitasnya sebagai provinsi maritim yang berdaulat atas lautnya sendiri.

Seruan Kritis

Program Kampung Nelayan Merah Putih bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan simbol keberpihakan negara terhadap rakyat pesisir. Jika pemerintah pusat sudah membuka pintu, maka DKP Babel wajib memperjuangkannya.

Batu Beriga harus ditetapkan sebagai bagian dari KNMP, bukan dibiarkan menjadi korban proyek PLTN yang rawan benturan hukum, sosial, dan ekologis. Dengan dasar UU, Perda, dan kebijakan nasional, DKP Babel sudah seharusnya menegaskan posisinya ; Membela Nelayan atau Membiarkan Pesisir Dikorbankan?.

Oleh : Dhimas Rivaldi Pratama
(Ketua Daerah Babel Maritim Muda Nusantara)

Instagram
WhatsApp